Penguatan Infrastruktur Digital Dalam Era Disrupsi
Masa Pandemi mendorong perubahan perilaku masyarakat yang lebih banyak beraktivitas di rumah lebih memilih melakukan less contact economy seperti berbelanja daring, dan melakukan aktivitas pekerjaan melalui pertemuan virtual.
Covid-19 juga membuat konsumsi produk kesehatan dan daya tahan tubuh meningkat. Transaksi keuangan juga didorong untuk menggunakan beragam aplikasi sehingga lebih cepat dan mudah.
Jika dilihat dari nilai ekonomi digital per kapita. Secara berurutan, nilai terbesar masih dipimpin oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dengan demikian Indonesia masih berada di urutan keempat dibanding negara-negara tetangga. Untuk menjadi yang terbaik, berbagai tantangan dalam pengembangan ekonomi digital di Indonesia perlu diselesaikan, diantaranya infrastruktur, SDM digital, regulasi.
Selain itu, potensi ekonomi digital di Indonesia masih dapat dikembangkan. Dari sisi demografi, berdasarkan data BPS pada 2020, dari sebanyak 270,2 juta penduduk Indonesia, sebanyak 163 juta orang berada direntang usia 15-64 tahun. Dimana penetrasi internet berada diangka 71%, dan penggunaan media sosial sebesar 59%. World Economic Forum (WEF) memprediksikan pada tahun 2025 akan ada 85 juta pekerjaan yang tergantikan karena automasi. Selanjutnya akan muncul pekerjaan baru dengan integrasi keterampilan manusia, mesin, dan algoritme.
Dalam pekerjaan pengelolaan keuangan penting kiranya untuk dapat beradaptasi terhadap beragam perubahan teknologi, terutama sektor-sektor UMKM , ketika pandemi banyak sekali melakukan transaksi pembayaran dengan uang digital. Penerapan digitalisasi ini memberikan kemudahan bagi pemilik usaha, karena dapat mengurangi resiko terjadinya kesalahan perhitungan, kerusakan atau kehilangan dokumen keuangan, mempercepat waktu penyusunan dan mengevaluasi hasil keuangan usaha dimanapun berada. Pemilik usaha tidak diharuskan memiliki latar belakang pendidikan bidang akuntansi.